Minggu, 26 Oktober 2025

Menjaga Cahaya Annida

Annida dan Cahaya Harapannya

🕯️ Menjaga Cahaya Annida

Oleh Taufiq Ariefianto – Guru Informatika SMA Negeri 3 Purwokerto


🌅 Awal Sebuah Cahaya

Hari itu, awal tahun ajaran baru. Kelas dipenuhi wajah-wajah baru—penuh semangat, penasaran, dan sedikit gugup. Di antara mereka, ada satu siswi yang tampak biasa saja: Annida. Tak ada yang terlalu menonjol darinya; tidak paling ramai, tidak paling pendiam. Tapi dari balik sorot matanya, ada sesuatu yang sulit dijelaskan — semacam cahaya kecil yang berpendar diam-diam. Sebagai guru Informatika sekaligus pembimbing ekstrakurikuler multimedia, saya terbiasa melihat siswa-siswa dengan minat tinggi pada dunia digital. Annida termasuk di antaranya. Ia bukan hanya cakap menggunakan software desain, tapi juga berani berinisiatif. “Pak, bagaimana kalau kita buat video profil sekolah biar SMA 3 punya identitas digital?” Ia menggambar storyboard sederhana dengan penuh semangat. Dari situ saya tahu, cahaya itu mulai menyala.
Siswa multimedia SMA Negeri 3 Purwokerto membuat video profil sekolah.

💔 Ketika Cahaya Itu Nyaris Padam

Tapi hidup, seperti juga jaringan internet sekolah, tidak selalu lancar. Sebuah kesalahan ketik nilai rapor menjadi awal badai kecil dalam hidup Annida. Nilai yang seharusnya tinggi tertulis rendah. Ia melapor dengan sopan, dan guru yang bersangkutan segera memperbaikinya. Seharusnya selesai di sana. Namun gosip memang punya sayap. Bisikan-bisikan liar menyebar: konon Annida “meminta” agar nilainya dinaikkan. Fitnah itu berputar lebih cepat dari bandwidth WiFi kami. Annida yang biasanya aktif berubah diam. Tatapannya kosong, seolah kehilangan arah. Sebagai guru, saya tahu: anak seperti ini tidak boleh dibiarkan tenggelam dalam kesalahpahaman. “Nida, minggu ini ada project multimedia apa?” “Kamu suka musik apa, sih?” Butuh waktu lama sampai ia akhirnya bercerita. Tentang rasa sakit, malu, dan letihnya menghadapi tatapan curiga teman-teman. Kadang saya hanya diam mendengarkan. Sebab kadang, anak-anak tidak butuh nasihat — mereka butuh tempat aman untuk didengar.
Suasana kelas Informatika yang hangat di SMA Negeri 3 Purwokerto.

🌱 Menumbuhkan Kembali Semangat

Perlahan, Annida bangkit. Dukungan datang dari berbagai arah — guru BK, kepala sekolah, teman-teman. Kami sepakat untuk menjaganya agar tidak merasa sendirian. Waktu berjalan. Annida naik ke kelas XII — masa paling sibuk dan menegangkan. Ia harus menyiapkan UTBK, SNBP, SNBT, sambil tetap aktif dalam berbagai lomba nasional. “Pak, saya capek banget. Rasanya pengin berhenti aja.” “Kalau kamu berhenti sekarang, capek ini akan jadi penyesalan. Tapi kalau kamu terus maju, capek ini akan jadi cerita indah nanti.” Dan ia terus maju.

🎓 Ketika Cahaya Itu Menyala Terang

Menjelang kelulusan, kekhawatiran baru muncul — biaya kuliah. Annida dibesarkan oleh ibunya seorang diri. Ia sempat berkata lirih: “Pak, kalau kuliah mahal, apa saya harus berhenti saja?” Saya tercekat. Anak secerdas ini tak boleh menyerah hanya karena uang. Saya bantu mencarikan informasi beasiswa, bahkan mendampinginya saat mengurus berkas. Lalu tibalah pagi itu — hari pengumuman SNBP. Annida berlari ke ruang guru dengan wajah bersinar: “Pak! Saya lolos UNDIP!” Air mata menetes. Semua perjuangannya terbayar lunas. Ia diterima di Universitas Diponegoro, jurusan Ekonomi Pembangunan.
Cahaya sore di lapangan sekolah — simbol harapan dan semangat baru.

✨ Lebih Dari Sekadar Guru

Kini Annida sudah menjadi mahasiswi. Sesekali ia mengirim pesan, bercerita tentang dunia barunya. Setiap kali saya membaca pesannya, hati saya hangat. Dari Annida saya belajar, mencegah anak putus sekolah bukan hanya soal ekonomi. Anak-anak perlu merasa didukung, dipercaya, dan tidak sendirian. Sekolah bukan sekadar tempat belajar — ia adalah keluarga kedua. Menjadi guru bukan hanya soal mengajar algoritma dan jaringan komputer. Lebih dari itu, tugas saya adalah menjaga agar cahaya di mata siswa tidak padam. “Teruslah berlari, Nak. Karena setiap langkahmu adalah doa yang terjawab dari orang-orang yang percaya padamu.”

© 2025 Taufiq Ariefianto | Someone @SMA Negeri 3 Purwokerto

1 komentar:

  1. Saya langsung meneteskan air mata membaca ini .terasa sakit .pedih hati ini .terimakasih untuk sekolah SMA negeri 3 purwokerto.terimakasih terutama bpk taufik ariefianto selaku guru informatika Dan penulis cahaya untuk annida .beserta kpla sekolah guru BK Dan teman2 semua semoga cahaya yg di berikan ke pada annida sebagai Amal yang tercatat baik di Dunia Dan akherat terimakasih .jasa kalian akan di kenang sepanjang masa

    BalasHapus

Ngajar, Ngakak, dan Menjaga Cahaya — Babeh Opiq BO Ngajar, Ngakak, dan Menjaga Cahaya ...